Anti Freeze in the World

Pemanasan global sudah menjadi issue yang sangat mengkhawatirkan bagi kita semua. Beragam institusi, yayasan, lembaga pemerintah sampai dengan perusahaan tergerak untuk mengkampanyekan ramah lingkungan dan menggalakkan peran aktif dalam mengantisipasi perubahan iklim dunia. Tema acara seperti " Menjaga Pohon Untuk Anak Cucu", "Back to Nature" , "Natura Karma" dan konsep sejenis menjadi highlights. Anindya Sukarni, Qb Headlines. Kita mungkin telah sering mendengar tentang makanan organik, yaitu makanan yang ditanam secara alami, tanpa penggunaan bahan kimia apapun termasuk pestisida, diolah dan disajikan dengan cara yang sehat dan ramah lingkungan. Namun sebagian besar dari kita mungkin belum pernah mendengar atau tahu tentang Organic Fashion dan Eco - Fashion. Istilah Organic Fashion dan Eco Fashion telah menjadi sesuatu yang sangat besar dan menjadi statement dari komunitas fashion di negara-negara maju. Dari Angelina Jolie, Cameron Diaz, Natalie Portman, bahkan dua designer kenamaan dunia Katharine Hamnett dan Stella McCartney sukses melansir produk-produk fashion yang echo-friendly dan secara konstan mendukung gerakan Eco - Fashion. Memang di Asia khususnya Indonesia, gaung ini belum banyak terdengar. Publik masih dihinggapi akan stereotype fashion yang glamour. Bahwa fashion itu masih menjadi suatu eksklusivitas, Sesuatu yang mahal, yang tidak menyentuh realitas masyarakat sesungguhnya. Anggapan bahwa fashion saat ini hanya bisa dinikmati untuk kalangan terbatas, karena untuk pencapaian legalitas pun diperlukan kerja keras, publisitas, nama besar dan tentunya dana yang terbilang tidak sedikit. Tidak sepenuhnya salah, namun kalau ditilik kembali sebenarnya fashion adalah sebuah bentuk ide dan kreativitas orisinal, yang dalam proses penciptaannya membutuhkan ketekunan, ketelitian, kesabaran, pengadaan riset mendalam mengenai tren dan perilaku konsumen terhadap gaya hidup, cara berbusana, makanan, pergeseran pola pikir dan sebagainya, yang pada akhirnya melahirkan sesuatu yang original, berbeda, memiliki ciri khas, memiliki nilai dan cita rasa sendiri. Namun, bukan berarti kaum fashionista Jakarta ini tidak peka terhadap tren ini. Beberapa fashion designer papan atas Indonesia yang tergabung dalam komunitas Echo Chic, Jakarta: Carmanita, Lenny Agustin, Musa Widiatmojo, Semarang: Anne Avantie, Yogyakarta: Afifi Syakur, Bali : Ali Charisma, Monika Weber, Okan Diputra, Lampung: Selphie Bong dan Art director Ika Mardiana berkolaborasi mengadakan fashion show dengan tujuan menumbuhkan kesadaran mengenai penggunaan busana yang ramah lingkungan dan mampu mengurangi dampak pemanasan global. Fashion dan Pencemaran Lingkungan Tsunami, badai, banjir, dan lainnya hanya merupakan sebagian akibat dari perubahan alam yang tentunya berhubungan erat dengan kontribusi peradaban manusia. Salah satu di antaranya adalah pencemaran lingkungan yang terjadi di seluruh dunia, termasuk pencemaran yang terjadi dari bahan - bahan kimia yang kita gunakan saat memproduksi kebutuhan sehari - hari dan industri kita, yang salah satunya adalah industri fashion. Tidak dapat dibantah bahwa fungsi dan dampak dari fashion dalam kehidupan masyarakat kini sangatlah besar. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak pakaian yang kita kenakan sekarang, terbuat dari bahan sintetis seperti nylon dan polyester. Nylon dan polyester terbuat dari petrokimia yang menyebabkan polusi tingkat tinggi pada lingkungan, serta menyebabkan global warming, suatu proses meningkatnya panas bumi dan suhu dunia yang menyebabkan mencairnya es di kutub dan menyebabkan ketidak seimbangan alam serta pergeseran benua pada akhirnya. Keduanya juga merupakan produk yang sulit untuk didaur ulang. Untuk memproduksi nylon, nitro oksida "diproduksi" sebagai bagian dari prosesnya. Nitro Oksida merupakan salah satu gas yang berbahaya dalam efek rumah kaca (greenhouse) yang kekuatannya 310 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dan menyebabkan global warming.